Assalamuailaikum w.w.
Salam Pramuka!!
Apa kabar nih kakak-kakak dan adik-adik.. hm.. pasti selalu baik dan gembira bukan ??. hehe.. nahh kali ini penulis akan membicarakan tentang tokoh seorang Pramuka pendiri Paskibra. Wahh hebat bukan? yah pendiri paskibra adalah seorang Pramuka. nah.. langsung aja kita ke pembahasannya. CEKIDOT>>>
Pendiri Paskibra adalah H. Mutahar. H. mutahar bukan hanya sekedar seorang Pramuka,tetapi ia juga merupakan seorang pahlawan dan seorang pencipta lagu. Salah satu lagu ciptaannya ialah Hari Merdeka. Selain itu ada beberapa fakta lain tentang beliau diantaranya demikian :
1. TERNYATA SEORANG HABIB
Nama pencipta lagu 17 Agustus sering disingkat sebagai H. Mutahhar, yang merupakan kepanjangan dari Habib
Husin
Mutahhar. Beliau lahir di Semarang pada 5 Agustus 1916. habib secara
bahasa berarti keturunan Rasulullah yang dicinta. Diakui sebagai seorang
habib berarti H. Mutahhar memiliki kematangan dalam hal umur, memiliki
ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, ikhlas terhadap
apapun,
wara atau berhati-hati serta bertakwa kepada Allah.
Dan yang paling penting, lanjutnya, adalah akhlak yang baik. Sebab,
bagaimanapun keteladanan akan dilihat orang lain. Seseorang akan menjadi
habib atau dicintai orang kalau mempunyai keteladanan yang baik dalam
tingkah lakunya.
2. SEORANG PEJUANG
Sebagai pemuda pejuang, H. Mutahar juga ikut dalam “Pertempuran Lima Hari” yang heroik di Semarang.
Pertempuran lima hari di Semarang adalah serangkaian pertempuran
antara rakyat Indonesia di Semarang melawan tentara Jepang pada masa
transisi kekuasaan setelah Belanda yang terjadi sejak tanggal 15 Oktober
1945 sampai dengan tanggal 20 Oktober 1945. Dua penyebab utama
pertempuran ini adalah karena larinya tentara Jepang dan tewasnya dr.
Kariadi . Nama dr. Kariadi, yang gugur dalam pertempuran tersebut
kemudian diabadikan menjadi salah satu nama Rumah Sakit di Semarang.
3. PERNAH JADI “SOPIR” BUNG KARNO
Ketika pusat pemerintah Indonesia hijrah ke Yogyakarta, H. Muntahar
pernah diajak Laksamana Muda Mohammad Nazir yang ketika itu menjadi
Panglima Angkatan Laut sebagai sekretaris panglima. Beliau diberi
pangkat kapten angkatan laut.
Ketika mendampingi Nazir itulah Bung Karno kemudian mengingat Mutahar
sebagai “sopir” yang mengemudikan mobilnya di Semarang, beberapa hari
setelah “Pertempuran Lima Hari.”
H. Mutahar kemudian “diminta” oleh Bung Karno dari Nazir untuk dijadikan ajudan, dengan pangkat mayor angkatan darat.
4. PEMBINA GERAKAN PRAMUKA DAN PENIDIRI PASKIBRAKA
H. Mutahar aktif dalam kegiatan kepanduan. Ia adalah salah seorang tokoh utama
Pandu Rakyat Indonesia, gerakan kepanduan independen yang berhaluan nasionalis.
Ketika seluruh gerakan kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka,
Mutahar juga menjadi tokoh di dalamnya. Namanya juga terkait dalam
mendirikan dan membina Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), tim
yang beranggotakan pelajar dari berbagai penjuru Indonesia yang
bertugas mengibarkan Bendera Pusaka dalam upacara peringatan
Hari Kemerdekaan RI.
5. BANYAK MENCIPTAKAN LAGU
17 Agustus cuma salah satu lagu dari ratusan lagu yang beliau
ciptakan. Lagu – lagu lain yang juga beliau ciptakan antara lain Syukur
dan Hymne Satya Darma Pramuka.
6. KISAH HEROIK MENYELAMATKAN BENDERA PUSAKA
Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi militernya yang
kedua. Presiden, wakil presiden dan beberapa pejabat tinggi Indonesia
akhirnya ditawan Belanda.
Namun, pada saat-saat genting dimana Istana Presiden Gedung Agung
Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Soekarno sempat memanggil H. Mutahar,
yang saat itu merupakan ajudannya. Beliau lalu ditugaskan untuk untuk
menyelamatkan bendera pusaka. Penyelamatan bendera pusaka ini merupakan
salah satu bagian “heroik” dari sejarah tetap berkibarnya Sang Merah
putih di persada bumi Indonesia.
Sementara di sekeliling mereka bom berjatuhan dan tentara Belanda
terus mengalir melalui setiap jalanan kota, Mutahar terdiam. Ia
memejamkan mataya dan berdoa, Tanggungjawabnya terasa sungguh berat.
Akhirnya, ia berhasil memecahkan kesulitan dengan mencabut benang
jahitan yang menyatukan kedua bagian merah dan putih bendera itu.
Dengan bantuan Ibu Perna Dinata, kedua carik kain merah dan putih itu
berhasil dipisahkan. Oleh Mutahar, kain merah dan putih itu lalu
diselipkan di dasar dua tas terpisah miliknya. Seluruh pakaian dan
kelengkapan miliknya dijejalkan di atas kain merah dan putih itu. Ia
hanya bisa pasrah, dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Yang ada dalam pemikiran Mutahar saat itu hanyalah satu: bagaimana
agar pihak Belanda tidak mengenali bendera merah-putih itu sebagai
bendera, tapi hanya kain biasa, sehingga tidak melakukan penyitaan. Di
mata seluruh bangsa Indonesia, bendera itu adalah sebuah “prasasti” yang
mesti diselamatkan dan tidak boleh hilang dari jejak sejarah.
Benar, tak lama kemudian Presiden Soekarno ditangkap oleh Belanda dan
diasingkan ke Parapat (kota kecil di pinggir danau Toba) sebelum
dipindahkan ke Muntok, Bangka, sedangkan wakil presiden Mohammad Hatta
langsung dibawa ke Bangka. Mutahar dan beberapa staf kepresidenan juga
ditangkap dan diangkut dengan pesawat Dakota. Ternyata mereka dibawa ke
Semarang dan ditahan di sana. Pada saat menjadi tahanan kota, Mutahar
berhasil melarikan diri dengan naik kapal laut menuju Jakarta.
Di Jakarta Mutahar menginap di rumah Perdana Menteri Sutan Syahrir,
yang sebelumnya tidak ikut mengungsi ke Yogyakarta. Beberapa hari
kemudian, ia kost di Jalan Pegangsaan Timur 43, di rumah Bapak R. Said
Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kepala Kepolisian RI yang pertama)
Selama di Jakarta, Mutahar selalu mencari informasi dan cara,
bagaimana bisa segera menyerahkan bendera pusaka kepada presiden
Soekarno. Pada suatu pagi sekitar pertengahan bulan Juni 1948, akhirnya
ia menerima pemberitahuan dari Sudjono yang tinggal di Oranje Boulevard
(sekarang Jalan Diponegoro) Jakarta. Pemberitahuan itu menyebutkan bahwa
ada surat dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepadanya.
Sore harinya, surat itu diambil Mutahar dan ternyata memang benar
berasal dari Soekarno pribadi. Isinya sebuah perintah agar ia segera
menyerahkan kembali bendera pusaka yang dibawanya dari Yogya kepada
Sudjono, agar dapat dibawa ke Bangka. Bung Karno sengaja tidak
memerintahkan Mutahar sendiri datang ke Bangka dan menyerahkan bendera
pusaka itu langsung kepadanya. Dengan cara yang taktis, ia menggunakan
Soedjono sebagai perantara untuk menjaga kerahasiaan perjalanan bendera
pusaka dari Jakarta ke Bangka.
Itu tak lain karena dalam pengasingan, Bung Karno hanya boleh
dikunjungi oleh anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan
dengan Belanda di bawah pengawasan UNCI (United Nations Committee for
Indonesia). Dan Sudjono adalah salah satu anggota delegasi itu,
sedangkan Mutahar bukan.
Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Soedjono ke Bangka, Mutahar
berupaya menyatukan kembali kedua helai kain merah dan putih dengan
meminjam mesin jahit tangan milik seorang istri dokter yang ia sendiri
lupa namanya. Bendera pusaka yang tadinya terpisah dijahitnya persis
mengikuti lubang bekas jahitan tangan Ibu Fatmawati. Tetapi sayang,
meski dilakukan dengan hati-hati, tak urung terjadi juga kesalahan jahit
sekitar 2 cm dari ujungnya.
Dengan dibungkus kertas koran agar tidak mencurigakan, selanjutnya
bendera pusaka diberikan Mutahar kepada Soedjono untuk diserahkan
sendiri kepada Bung Karno. Hal ini sesuai dengan perjanjian Bung Karno
dengan Mutahar sewaktu di Yogyakarta. Dengan diserahkannya bendera
pusaka kepada orang yang diperintahkan Bung Karno maka selesailah tugas
penyelamatan yang dilakukan Husein Mutahar. Sejak itu, sang ajudan tidak
lagi menangani masalah pengibaran bendera pusaka.
Tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad
Hatta kembali ke Yogyakarta dari Bangka dengan membawa serta bendera
pusaka. Tanggal 17 Agustus 1949,
bendera pusaka dikibarkan lagi di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Sungguh sebuah kisah heroisme dari seorang H. Mutahar.
7. PERNAH JADI DUTABESAR RI UNTUK VATIKAN
H. Mutahar Diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia pada Tahta Suci di Vatikan, 1969-1973.
8. MEMILIH TIDAK DIMAKAMKAN DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN
Husein Mutahar yang penuh kisah inspirasi ini kemudian meninggal
dunia pada tanggal 9 Juni 2004 pada usia 87 tahun. Walaupun beliau
berhak dimakamkan di Makam Taman Pahlawan Kalibata karena memiliki Tanda
Kehormatan Negara
Bintang Mahaputera atas jasanya menyelamatkan Bendera Pusaka Merah Putih dan juga memiliki
Bintang Gerilya atas
jasanya ikut berperang gerilya pada tahun 1948 – 1949, namun beliau
menolak dan memilih untuk dimakamkan di TPU Jeruk Purut Jakarta Selatan.
9. TIDAK SUKA DIFOTO
Di dekat jenazah beliau, diletakkan sebuah foto berwarna berukuran
besar H. Mutahar dalam seragam Pramuka, lengkap dengan tanda jasa
Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra, serta tanda kemahiran Pramuka
sebagai pembina bertaraf internasional. Foto itu baru diambil dua minggu
yang lalu oleh cucunya, dengan kamera digital pinjaman.
Foto itu sendiri merupakan firasat besar. Beliau tidak pernah suka
dipotret. Ia selalu mencari alasan untuk pergi setiap kali melihat orang
bersiap membuat potret. Tiba-tiba ia ingin dipotret dengan berbagai
atribut.
Sungguh sebuah kisah besar dari salah satu pejuang inspiratif
republik ini. Saya yakin kamu pun banyak belum tahu tentang cerita –
cerita yang saya sajikan ini kan ?
Saya pun awalnya begitu, ketika melakukan riset untuk menulis artikel
ini. Sungguh tidak pernah tahu bahwa pencipta lagu yang karyanya kita
nyanyikan saban tahun ini, memiliki kisah hidup yang luar biasa. Kisah
orang biasa yang telah membaktikan seluruh hidupnya untuk bangsa dan
negara Indonesia.
Semoga kita semua, terutama saya mampu meneladani beliau.
Sekian informasi yang dapat penulis sampaikan semoga bermanfaat. Sampai ketemu di info lainnya ya.
Wassalamualaikum w.w.
Salam pramuka!!!